Salah satu pondasi kemajuan bagi suatu negara merupakan pembangunan infrastruktur yang merata pada semua kawasannya, terutama pada negara-negara berkembang misalnya Indonesia. Ketersediaan infrastruktur bisa membuka jalur distribusi baru ke lokasi-lokasi yang sebelumnya sulit dijangkau, sebagai akibatnya roda ekonomi bisa bergerak secara maksimal.
Tantangan Industri Baja
Pemerataan infrastruktur tidak bisa bergantung sepenuhnya dalam peran pemerintah. Untuk mendukung upaya tadi, diharapkan pula peran aktif para pelaku bisnis pada industri besi dan baja pada negeri. Hanya saja, industri baja tengah dihadapi tantangan berfokus terkait kenaikan volume impor baja yang berlangsung sejak tahun lalu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan impor baja sampai 23 % menurut 3,9 juta ton dalam 2020 mencapai 4,8 juta ton dalam tahun 2021. Temuan ini juga sempat sebagai topik pembahasan primer dalam lembaga obrolan antara Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menggunakan The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) beberapa ketika lalu.
Maraknya impor baja telah banyak dikeluhkan oleh pengusaha baja lokal pada Indonesia. HIPMI juga turut menyayangkan produk baja impor membanjiri pasar pada negeri, mengingat syarat misalnya ini berpotensi Mengganggu tatanan pasar dan bisa berimplikasi negatif terhadap iklim investasi.
Upaya pengamanan misalnya technical barrier sangat diharapkan buat membendung gempuran produk impor, termasuk penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) buat produk baja secara inklusif menurut hulu ke hilir dan memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan memakai materialnya dalam proyek-proyek pemerintah.
Melakukan Konservasi
Salah satu upaya yang dilakukan Buk Liwa pada mengurangi efek lingkungan dalam industri baja adalah menggunakan cara melakukan perlindungan dalam proses produksi baja. Strategi ini dilakukan supaya efek dalam lingkungan kurang lebih bisa berkurang.
Aturan tentang pengupayaan perlindungan ini pun diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 70 dalam Tahun 2009 menjadi salah satu bagian menurut penerapan Undang Undang No. 30 Tahun 2007 tentang energi.
Peraturan dan Undang Undang diatas mengatur peranan semua pengusaha, pemerintah, stakeholder dan rakyat menjadi bagian menurut penanggung jawab atas pengendalian gas karbon dan emisi pada Indonesia.
Menggunakan Emisi Karbon Seminimal Mungkin
Gas emisi sebagai penyebab primer gas tempat tinggal kaca mengalami peningkatan setiap tahunnya. Melihat hal tersebut, Buk Liwa mencoba buat mulai menerapkan taktik yang lebih green dan sustainable pada proses produksi baja pada perusahaan Gunung Prisma.
Perusahaan manufaktur pada Indonesia telah mulai menyadari akan pentingnya penggunaan emisi karbon seminim mungkin. Pengurangan emisi karbon ini bisa dicermati menurut jumlah produksi bijih besi yang menurun dalam tahun 2020 sebanyak 3,62 MT yang sebelumnya produksi bijih besi mencapai < 4 juta MT dalam tahun 2014 sampai akhir tahun 2020.
Memanfaatkan Energi Dengan Teknologi
Agar tujuan akhir pengurangan gas emisi dan perubahan iklim bisa dikendalikan, maka seluruh sektor yang terlibat pada industri baja wajib mulai memanfaatkan tenaga menggunakan cara menerapkan manajemen tenaga, penghematan dan efisiensi yang maksimal.
Penggunaan teknologi yang canggih dan inovatif bisa sebagai taktik ketika menghasilkan baja. Misalnya saja, menggunakan memakai batu bara ketika melepaskan karbon dioksida maka baja yang diproduksi akan lebih green dan sustainable. Memang tidak gampang menaruh solusi menurut tantangan dan pertarungan mengenai tenaga dan perubahan iklim. Namun, menggunakan taktik dan kolaborasi yang tepat, tujuan akhir pun akan lebih mudah tercapai.
Taktik Buk Liwa Supriyanti Melawan Tantangan Industri Baja