Dongeng (folktales) yang merupakan bagian dari karya sastra dengan sendirinya dapat dan layak diteliti dengan menggunakan kacamata ekokritik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, dongeng adalah ‘cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh)’ (KBBI Daring, 15 Februari 2017).
Dongeng dalam Karya Sastra
Dongeng termasuk bentuk karya sastra lisan yang penyampaiannya dilakukan secara lisan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Pada masa kejayaannya, dongeng juga dikenal sebagai sarana hiburan bagi anak-anak yang disampaikan sebagai cerita pengantar tidur.
Saat ketika anak-anak akan beristirahat tidur dipercaya sebagai salah satu saat yang tepat untuk memberikan nasihat-nasihat dan menanamkan nilai-nilai moral.
Tak heran, pada masa ketika anak-anak belum dicekoki dengan dunia digital dan internet, ketika anak-anak tidak memiliki banyak pilihan dalam mencari hiburan, dongeng merupakan sarana yang efektif untuk menghibur dan sekaligus menyampaikan ajaran-ajaran moral.
Dalam American Folklore, an Encyclopedia, dongeng atau folktale didefinisikan sebagai “a fictional narrative varied in length and rich in symbolic and metaphorical meaning, oral in origin but now found more often in printed collections” (Stone, 1996: 613).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah “folktale” is often used loosely to describe all forms of traditional narratives, from brief jokes and anecdotes to lengthy adventure tales…. This kind of story is popularly known as a fairy tale, though this is not an accurate description of its content or significance” (Stone, 1996: 613).
Dalam artikelnya Solovyeva (2015) mencatat bahwa dongeng (folktale) adalah “fictional, prose narrative that is said to circulate orally is a form of traditional, fictional, prose narrative that is said to circulate orally.”
Dalam dongeng, legenda, atau mitos tentang penciptaan dunia (The Hopy Creation of the World) manusia selalu muncul belakangan, setelah penghuni-penghuni lain mengisi alam semesta. Dengan demikian manusia merupakan pendatang baru (newcomers), dan dengan kesadaran penuh mereka berperilaku layaknya pendatang baru.
Akibatnya, mereka terhindar dari sifat rakus dan serakah. Tak ada keinginan untuk mendominasi, menguasai, apalagi menaklukkan alam alam dan isinya. Manusia bahkan meyakini bahwa tanpa pertolongan alam semesta dan isinya (yang sudah ada sebelum manusia diciptakan), mereka tidak akan hadir di dunia ini.
Pemahaman akan sifatnya yang lemah ini membuat mereka menjadi sangat rendah hati (humble) di depan alam dan isinya.
Dongeng memang diidentikkan dengan anak kecil sehingga nilai-nilai yang muncul di sana akan selalu sederhana dan bersifat praktis. Akan tetapi dari hal-hal sederhana tersebut dapat ditarik menjadi hal-hal substansial yang perlu mendapat perhatian, yang selanjutnya dapat menjadi bahan perbandingan ataupun rujukan dalam penulisan naskah-naskah sastra (khususnya dongeng).
Pengertian Dongeng dalam Karya Sastra